Rabu, 24 Maret 2010

UNIT 5 JELAJAH JURNALISTIK

UNIT 5 JELAJAH JURNALISTIK


5.1 MENEMUKAN KALIMAT KESIMPULAN (IDE POKOK)


a. Paragraf atau Alinea


Paragraf atau alinea adalah satuan bentuk bahasa yang biasanya merupakan hasil penggabungan beberapa kalimat. Di surat kabar acap kita temukan paragraf yang hanya terdiri atas satu kalimat saja. Paragraf semacam itu merupakan paragraf yang tidak dikembangkan. Dalam karangan yang bersifat ilmiah paragraf semacam itu jarang kita jumpai.

Dalam penggabungan beberapa kalimat menjadi sebuah paragraf itu diperlukan adanya kesatuan dan kepaduan. Yang dimaksud kesatuan adalah keseluruhan kalimat dalam paragraf itu membicarakan satu gagasan saja. Yang dimaksud kepaduan adalah keseluruhan kalimat dalam paragraf itu secara kompak atau saling berkaitan mendukung satu gagasan itu.

Cermatilah contoh berikut!


Sampah yang setiap hari kita buang sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sampah organik, dan sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah membusuk. Contohnya, sisa makanan dan daun-daunan yang umumnya basah. Sampah anorganik adalah adalah sampah yang sulit atau tidak dapat membusuk. Contohnya, plastik, kaca, kain, karet, dan lain-lainnya.


Jika kita cermati, nyatalah bahwa semua kalimat dalam paragraf di atas membicarakan satu gagasan, yaitu sampah. Gagasan atau ide tersebut diungkapkan dengan menggunakan lima kalimat. Kalimat (1) berisi gagasan pokok paragraf itu, yaitu dua macam sampah: sampah organik dan sampah anorganik. Kalimat (2) berisi penjelasan tentang sampah organik. Kalimat (3) berisi contoh sampah organik. Kalimat (4) berisi penjelasan tentang sampah anorganik. Kalimat (5) berisi contoh sampah anorganik.

Dengan perkataan lain, kalimat (1) berisi gagasan pokok, sedangkan kalimat-kalimat lainnya (2)-(5) berisi penjelasan tentang gagasan pokok tersebut. Kalimat yang berisi gagasan pokok lazim disebut kalimat utama. Sementara itu, semua kalimat-kalimat yang berisi penjelasan tentang gagasan pokok lazim disebut kalimat penjelas.

Berdasarkan pencermatan kita, paragraf di atas dimulai dengan kalimat yang mengandung gagasan pokok (kalimat utama) dan diikuti oleh kalimat-kalimat yang menjelaskan gagasan pokok (kalimat-kalimat penjelas). Paragraf yang dimulai dengan kalimat utama dan diikuti oleh kalimat-kalimat penjelasnya disebut paragraf deduktif. Dalam tulis-menulis, kita tidak selalu menggunakan paragraf seperti di atas. Kita boleh saja memulai sebuah paragraf dengan pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus atau terbatas, seperti contoh-contoh, fakta atau bukti-bukti. Berdasarkan contoh-contoh, fakta, atau bukti-bukti itu, kita merumuskan simpulannya. Kalimat simpulan itu berisi pernyataan yang bersifat umum. Penalaran paragraf semacam ini dikatakan berjalan dari khusus ke umum.





Cermatilah contoh berikut!


Lebaran masih seminggu lagi, tetapi harga sembako seperti beras, gula, minyak, tepung, telur, dan lain-lain telah naik secara signifikan. Makanan yang biasanya dikonsumsi dalam merayakan Lebaran seperti roti, sirup, dan lain-lain melonjak harganya. Bahan pakaian dan pakaian jadi untuk berlebaran, seperti busana muslimah, baju koko, kopiah, kerudung, sajadah, dan sejenisnya pun tidak ketinggalan dari kenaikan harga yang cukup tinggi. Kenaikan harga barang-barang selalu terjadi menjelang Lebaran pada setiap tahun.


Paragraf di atas dimulai dengan kalimat-kalimat yang menyatakan hal-hal khusus atau yang bersifat terbatas, kemudian ditariklah simpulannya dalam sebuah kalimat yang menyatakan hal yang bersifat umum. Kalimat pertama menyatakan kenaikan harga sembako (khusus) seminggu menjelang Lebaran (khusus). Kemudian, sembako pun dirinci atau diberi beberapa contohnya sehingga lebih khusus lagi. Kalimat kedua menyatakan kenaikan harga makanan yang biasa dikonsumsi dalam merayakan Lebaran (khusus) disertai beberapa contohnya sehingga lebih khusus lagi. Kalimat ketiga menyatakan kenaikan harga bahan pakaian dan pakaian jadi (khusus) beserta contoh-contohnya sehingga lebih khusus lagi. Kalimat keempat atau kalimat akhir paragraf menyatakan kenaikan harga barang-barang (umum) menjelang Lebaran setiap tahun (umum).

Kalimat akhir paragraf yang mengandung pernyataan umum itulah kalimat utama paragraf tersebut. Kalimat itu adalah simpulan dari beberapa pernyataan khusus yang berupa fakta dalam kalimat-kalimat yang mendahuluinya. Pengembangan paragraf dari pernyataan khusus menuju ke pernyataan umum seperti itu dikatakan menggunakan penalaran dari khusus ke umum. Sementara itu, paragraf yang kalimat utamanya terletak di akhir paragraf disebut paragraf induktif.

Untuk menjaga koherensi antarkalimat dalam paragraf, dalam perumusan kalimat simpulan itu acap digunakan konjungsi penumpu kalimat yang sekaligus berfungsi sebagai konjungsi antarkalimat. Kata atau frasa yang biasa digunakan sebagai penumpu kalimat simpulan itu adalah jadi, akhirnya, akibatnya, oleh karena itu, maka dari itu, berdasarkan uraian di atas, dan dengan demikian.

Karena fungsinya sebagai penumpu kalimat, kata-kata tersebut diletakkan di awal kalimat, dan tentu saja diawali dengan huruf kapital. Karena fungsinya juga sebagai konjungsi antarkalimat (konjungsi ekstraklausal), kata-kata tersebut harus diikuti tanda baca koma.



b. Jenis Paragraf


Jenis paragraph itu bermacam-macam, dan untuk menyebut jenisnya diperlukan dasar penyebutannya. Secara umum ada tiga dasar penjenisan paragraf, yaitu (1) posisi kalimat topiknya, (2) isinya, dan (3) fungsinya dalam karangan.

1. Berdasarkan posisi atau letak kalimat topiknya, paragraf dibedakan atas:

a. paragraf deduktif

b. paragraf induktif

c. paragraf deduktif-induktif

d. paragraf ineratif

e. paragraf deskriptif atau naratif.


Yang disebut paragraf deduktif adalah paragraf yang kalimat topiknya terletak pada awal paragraf. Istilah deduktif berarti bersifat deduksi. Kata deduksi yang berasal dari bahasa Latin: deducere, deduxi, deductum berarti ‘menuntun ke bawah; menurunkan’; deductio berarti ‘penuntunan; pengantaran’. Paragraf deduktif adalah paragraf yang dimulai dari pernyataan yang bersifat umum, kemudian diturunkan atau dikembangkan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus. Pernyataan yang bersifat khusus itu bisa berupa penjelasan, rincian, contoh-contoh, atau bukti-buktinya. Karena paragraf itu dikembangkan dari pernyataan umum dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan khusus, dapatlah dikatakan bahwa penalaran paragraf deduktif itu berjalan dari umum ke khusus.

Contoh paragraph deduktif


Setiap orang dilahirkan dan di besarkan di dalam lingkungan keluarga. Tak seorangpun yang tidak mengalami kehidupan di dalam keluarga. Pemeliharaan dan pembinaan seseorang anak adalah perwujudan cinta kasih kepada orang tua. Secara alamiah orang tua mempunyai rasa cinta kepada anak. Bagaimanapun keadaannya orang tua tetap akan memelihara dengan penuh kasih sayang terhadap anaknya.


Sebaliknya, jika kalimat topik terletak pada akhir paragraf, paragraf tersebut disebut paragraf induktif. Istilah induktif berarti bersifat induksi. Kata induksi yang berasal dari bahasa Latin: ducere, duxi, ductum berarti ‘membawa ke; mengantarkan’; inducere, induxi, inductum berarti ‘membawa ke; memasukkan ke dalam’. Lebih lanjut istilah induksi dijelaskan sebagai metode pemikiran yang bertolak dari hal khusus untuk menentukan hukum atau simpulan. Karena pernyataan khusus dapat berupa contoh-contoh, dan pernyataan umum itu berupa hukum atau simpulan, maka dapat dikatakan bahwa paragraf induktif itu dikembangkan dari contoh ke hukum atau simpulan.

Ciri – ciri paragraph induktif :

  1. Terlebih dahulu menyebutkan peristiwa – peristiwa khusus

  2. Menarik kesimpulan berdasarkan kesimpulan khusus

  3. Kesimpulan terdapat di akhir paragraph

  4. Menemukan kalimat utama, gagasan utama, kalimat penjelas, kalimat utama terletak diakhir paragraph

  5. Kalimat penjelas merupakan kalimat yang mendukung gagasan utama


Contoh paragraph induktif


Setelah diadakan peninjauan ke Desa Pekayon Bekasi, diketahui persentase penggunaan listrik di RW 01 desa tersebut sebanyak 90%. Rumah penduduk yang telah menggunakan listrik, di RW 02 sebanyak 95%, RW 03 sebanyak 100%, dan RW 04 sebanyak 85%. Boleh dikatakan, di Desa Pekayon 92% rumah penduduk sudah menggunakan listrik.


Adakalanya seorang penulis tidak cukup menegaskan pokok persoalannya pada kalimat awal paragraf. Setelah menjelaskan isi kalimat topik atau memberikan rincian, contoh-contoh, atau bukti-buktinya, penulis merumuskan simpulannya dengan sebuah kalimat pada akhir paragrafnya. Simpulan itu dapat berupa kalimat awal paragraf tersebut, dan dapat pula dengan sedikit divariasikan, tetapi makna atau maksudnya sama. Paragraf semacam inilah yang disebut paragraf campuran. Sebab, menggunakan cara deduktif juga induktif. Sumber : www.google.com Arnold SuasanaSiregar.



Tugas

  1. Carilah contoh 2 paragraf induktif dan 2 paragraf deduktif dari koran atau majalah!

  2. Tentukan kalimat utamanya!










































5.2 MENYIMPULKAN ISI DRAMA MELALUI PEMBACAAN DRAMA


EPISODE DAUN KERING

Sebuah drama monolog oleh Zulfikri Sasma

ADAPTASI DARI CERPEN KARYA LARSI DE ISRAL

Panggung adalah ruangan kosong yang hanya di isi oleh sebuah bangku panjang yang terbuat dari kayu. Lampu panggung tampak temaram. Sarjun, seorang lelaki muda (kira-kira berusia 24 tahun) dengan menyandang sebuah ransel di punggungnya, tampak melangkah lemas memasuki panggung. Ribuan rasa kecewa menghias di wajahnya. Lelaki itu kemudian duduk di atas bangku dan menaruh ransel di sampingnya. Ia tertunduk lesu dan kemudian mengangkat wajahnya.

SARJUN

Saudara-saudara, sampai hari ini, saya masih mempercayai Tuhan dengan segala skenario-Nya. Pergantian siang dan malam. Kehidupan dan kematian. Untung dan rugi. Marah dan cinta. Di dalam semua itu kita melingkar, menjalar bahkan kadang terpaku tanpa daya. Beragam kisah dilakoni dengan bermacam rasa yang terkadang menjelma benang kusut. Dibutuhkan kesabaran untuk mengurainya. Dan, manakala kesabaran yang kita miliki kian menipis atau sama sekali sirna, adakah orang lain akan datang menawarkan pertolongan? Memberi kesejukan pada pikiran dan perasaan seperti benang kusut?

Teramat berat bagi saya untuk berbagi kisah ini.

Kisah yang saya sebut sebagai episode daun kering!

Sarjun tertunduk, kecewa berkecamuk di dadanya. Tak lama, ia kembali mengangkat wajahnya dan melanjutkan ucapannya.

SARJUN

Bukan! Bukan karena menyangkut sisi hidup saya yang gelap, bukan saudara-saudara! Akan tetapi, hal ini melibatkan keluarga saya yang tinggal dua orang: Papa dan Alpin, adik saya…

Sarjun merubah posisi duduknya, memandang langit, tatapannya kosong.

SARJUN

Sejak kematian ibu, saya melanjutkan kuliah di Padang sedang Alpin kuliah di Medan. Sejak itulah Papa tinggal sendiri di Payakumbuh. Saya mengerti benar makna kesepian bagi orang seusia Papa. Karena itu saya mengunjunginya tiap bulan. Alpin pun saya kira begitu. Namun karena Medan dan Payakumbuh terbentang jarak yang tidak dekat, maka ia hanya pulang tiap liburan semester.

Tetapi saudara-saudara, kepulangan saya kali ini, sungguh-sungguh membuat saya hampir putus asa! Betapa tidak? Baru saja saya sampai di teras depan rumah, tiba-tiba saya mendengar teriakan “tidak” yang sangat begitu keras. Saya yakin, itu adalah suara Papa. Saya jadi tertegun mendengarnya, lalu mengintipnya lewat lubang kunci.

Sarjun beranjak dari tempat duduknya, berdiri dan melangkah ke depan panggung sambil tersenyum mengejek

SARJUN

Saudara-saudara, saudara-saudara tahu apa yang saya lihat? Sungguh di luar dugaan, saya menyaksikan Papa berdiri disamping meja telepon dengan kepala tertunduk dan wajah kuyu! Sempoyongan ia menuju sofa. Kecewa, marah, sedih dan entah makna apa lagi yang dapat dibaca dari raut wajahnya.

Kesal, lelaki itu kembali duduk di bangku

SARJUN

Heran, tidak mungkin Papa begitu! Tidak mungkin! Papa saya bukan lelaki yang rapuh. Ia lelaki paling tegar yang pernah saya kenal. Ia cerdas meski terkadang sangat egois. Masih terlalu jelas dalam ingatan saya ketika ia memutuskan berburu babi sebagai olahraga pengisi kesendiriannya.

Sarjun kembali menatap langit. Kali ini tatapannya tajam.

SARJUN

Waktu itu papa duduk di sofa. Ia membaca Koran, kelihatan santai, saya datang dan mengambil tempat di sofa lain.

SARJUN

Oke! Silahkan Papa buru babi. Tapi, membeli anjing? Apalagi seharga dua juta lebih? Saya tidak setuju! Itu haram, Pa!

PAPA

Hehehehe… jika tidak dibeli Papa dapat anjing dari mana? Mana ada anjing kurap yang bisa buru babi? Atau anjing jadi yang dibagi-bagi secara gratis? Nak, membeli anjing itu tidak apa-apa asal tujuannya baik. Nah, menyelamatkan tanaman petani dari hama babi kan perbuatan mulia? Banyangkan babi-babi yang temok itu diburu dengan anjing kurap, heh, heh… ia akan tetap merdeka melahap tanaman petani. Dan, petani tidak akan makan, kamu rela petani mati kelaparan?

SARJUN

Tapi Tuhan tidak pernah menghalalkan sesuatu dari yang haram

PAPA

Bukan Tuhan namanya kalau sekaku itu. Bukankah kamu sering bilang: adh-dharuratu tunbihul mahzhurat?

SARJUN

Apakah kondisi seperti itu sudah darurat?

PAPA

Menurutmu, keselamatan manusia bukan ukuran darurat?

SARJUN

Anjing adalah anjing. Babi adalah babi. Najis tetap najis dan haram tetap haram!

PAPA

Tuhan itu cerdas, nak. Ia tidak akan ciptakan tanah kalau memang kita dilarang menyentuh benda bernajis. Hehehehe…

Kesal Sarjun seperti memuncak. Ia berdiri dan melangkah menuju belakang bangku

SARJUN

Bah! Banyak sekali alasan Papa untuk membenarkan keinginan dan perbuatannya.

Sarjun menggeleng-gelengkan kepalanya

SARJUN

Nah, saudara-saudara, bukankah apa yang saya saksikan di rumah tadi tidak masuk akal?

Seseorang yang selama ini tegar tertunduk lesu dan kuyu? Ini tidak masuk akal!

Apalagi setelah itu saya lihat Papa menangis! Menangis? Papa menangis? Heh? Tiba-tiba saya dorong daun pintu yang ternyata tidak terkunci. Papa terkejut melihat kedatangan saya. Segera Papa memburu saya. Lalu saya dipeluknya erat-erat. Begitu erat saudara-saudara!

Sarjun berhenti sejenak. Ia kembali duduk dan kemudian menunduk dengan kedua tangan menutup wajah. Keadaan jadi hening. Lama ia baru bersuara, tapi kali ini suaranya serak. Matanya kelihatan basah.

SARJUN

Dalam pelukan saya, tangis papa tiba-tiba tumpah. Saya jadi kikuk. Setelah agak lama, Papa saya ajak duduk. Papa masih menangis terisak-isak. Saya tinggalkan Papa di sofa, dan mengambil segelas air putih ke belakang.

Papa menangis? Sungguh tak masuk akal.

Sarjun diam sebentar, menghapus air mata yang menetes di pipinya. Berdiri lalu bergerak ke depan panggung.

SARJUN

Sampai malam itu, saya masih menganggap Papa sosok yang tegar, tidak rapuh apalagi cengeng. Saya punya banyak alasan untuk anggapan ini.

Pernah suatu ketika saya iseng-iseng mengikuti papa buru babi. Maksud saya untuk menemukan sebuah titik lemah sehingga Papa berhenti membeli anjing yang konon didatangkan dari Jawa. Tetapi yang saya temukan bukan titik lemah, melainkan noda hitam yang dicapkan kepada Papa. Ah, saya tidak tahu bagaimana mengatakan bagian ini. Papa ternyata seorang kriminal! Di hutan itu ia menanam ganja. Dan, buru babi rupanya hanya kedok buat mengelabui saya!

Ketika itu saya ingin lari ke tempat tak bernama dan entah dimana. Saya bingung. Tetapi darah muda saya berkata lain. Lawan! Ya, saya mesti melawan! Saya ambil beberapa helai daun jahanam yang tengah di jemur oleh anak buah Papa untuk saya linting. Saya kemudian mencari Papa.

Saya temukan Papa sedang merintih kesakitan, katanya diseruduk babi hutan. Ia hanya merintih, tidak menangis. Rasa iba tiba-tiba menjalar di dada saya, namun rasa benci telah meruang. Iba tiba-tiba tehalau oleh benci.

Seperti tidak tejadi apa-apa, saya menyalakan lintingan tadi, menghisapnya dalam-dalam dan menghempuskan asapnya ke arah Papa. Papa mencari-cari bau, lalu berdiri dan mengayunkan tamparan keras ke arah saya.

PAPA

Buang! Buang kataku! Aku menanam ganja-ganja itu bukan untuk anak-anakku. Melainkan untuk anak-anak orang lain. Aku hanya butuh uang untuk-anak-anakku!

SARJUN

Hmmm, aku bangga jadi anak orang yang tidak memikirkan anak-anak orang lain. Aku bangga! Aku bangga Pa!

Sarjun kembali terdiam dan duduk di bangku kayu. Keadaan kembali hening.

SARJUN

Saudara-saudara, sekarang Papa menangis, terisak-isak. Betul-betul tidak masuk akal. Saya lalu menaruh segelas air putih di atas meja dan mempersilahkan Papa untuk meminumnya. Tetapi Papa tetap saja terisak-isak bersama tangisnya. Tiba-tiba, Papa menyebut-nyebut nama Alpin. Tentu saja saya terkesiap olehnya. Alpin? Ada apa dengan Alpin? Saya jadi bingung saudara-saudara! Heran!

Sarjun kembali menunduk, ia seperti menahan emosinya

SARJUN

Saudara-saudara, ternyata yang menyebabkan Papa saya menangis terisak-isak adalah karena Alpin. Alpin adik saya. Ia di tahan polisi. Alpin tertangkap basah menghisap daun jahanam itu. Daun yang ditanam orang lain yang tidak rela anaknya menghisap ganja!

Mendengar itu saya betul-betul kesal! Saat itu juga, saya ambil ransel dan segera melangkah menuju pintu. Waktu itu saya dengar suara papa memanggil nama saya, tapi tak lagi saya hiraukan. Saya muak! Sungguh-sungguh muak!

Sarjun makin menunduk, emosinya betul-betul memuncak, setelah merasa reda, barulah ia angkat kepalanya

SARJUN

Begitulah saudara-saudara, saya terpaksa kembali ke Padang malam itu juga. Saya tak sanggup menghadapi kenakalan orang tua seperti itu. Apalagi orang tua itu Papa saya sendiri. Telah saya putuskan untuk tidak menemui Papa lagi. Bahkan mungkin di hari pemakamannya kelak, saya takkan hadir. Saya tak bisa memberinya maaf. Saya tak bisa. Tetapi…hah…entahlah. Mungkin suatu ketika saya bisa. Mungkin… sebab, sampai saat ini saya masih mempercayai Tuhan dan segala skenariomya.

Sarjun berdiri, menyandang ranselnya kemudian berjalan keluar panggung. Bebannya berat

* * *

SELESAI






PARA JAHANAM!
Naskah: Zulfikri Sasma
Adaptasi Cerpen LAMPOR Karya Joni Ariadinata

Para Pelaku:
JOHARI (suami)
TUMIYAH (istri)
ROS (anak perempuan)
UJANG (anak laki-laki)

Bagi masyarakat yang bermukim di tepi kali comberan, yang hanya terdiri dari puluhan gubuk-gubuk reot, parade hingar bingar adalah hal yang biasa terjadi. Terlebih pada saat matahari mulai menciumi bau busuk pada tepian kali comber yang dipenuhi bermacam-macam sampah. Sumpah serapah, caci maki, suara bantingan piring yang sering berakhir dengan saling cakar, ternyata telah menjadi upacara bangun pagi yang mengasyikkan. Hingga, tak ada satupun yang menarik untuk didengar, apalagi ditonton.

Inilah kisah tentang kaum comberan, kisah tentang orang-orang yang mengatakan bahwa hidup adalah untuk makan dan senang-senang!

I
Sebuah gubuk reot persis di tepi kali comberan. Dengan artistik ruangan 3x4 meter yang amat sederana, tampak seorang bapak paroh baya keluar dari kamar yang hanya dibatasi oleh triplek dan kain kumal. Pak Johari namanya, ia menguap lalu duduk di dipan kayu yang sama reotnya. Terasa sekali bahwa denyut kehidupan di rumah ini baru dimulai pada pukul 7 pagi.

Pak Johari terlihat sibuk dengan tumpukan-tumpukan kertas di atas mejanya. Ada banyak angka-angka yang tertulis di kertas itu. Ia terlihat berpikir keras, tak ubahnya seperti seorang professor yang akan menyelesaikan penelitiannya. Kemudia ia batuk-batuk, lalu meludahkan dahak kental ke lantai dengan santai.

JOHARI:
Merah delima?
(Johari kembali berpikir keras. Kemudian ia teringat sesuatu, lalu mencarinya diantara tumpukan kertas tersebut, tapi tidak ketemu)
Tum! Tumiyah! Tumiyah…!
(Tak ada sahutan, Johari lalu mengambil sisa tembakau tadi malam dan melinting, membakar, alu menghirupnya dalam-dalam)
Tumiyah! Tum! Hei! Apa kau lihat lembaran syair yang tadi malam kutarok di meja?
Tum! Kau dengar aku Tum?
(Tetap tak ada sahutan, Johari kemudian melanjutkan pekerjaannya)

II
Tiba-tiba Tumiyah datang membawa ember plastik sambil membanting daun pintu. Tak ayal lagi, sumpah serapah keluar dari mulutnya sendiri. Johari tetap konsentrasi dengan pekerjaannya. Sepertinya sikap Tumiyah yang datang begitu tiba-tiba adalah hal biasa yang dinikmatinya tiap hari.

TUMIYAH:
Betul-betul kurang ajar itu anak! Pagi-pagi sudah mencuri! Dasar anak jadah! Kau tahu Pak Tua? Uangku 3000 perak yang kusimpan di lemari sudah dicuri oleh si Ujang, padahal uang itu akan kupakai untuk membeli minyak tanah! Dasar anak sinting! Anak setan!

JOHARI:
Heh, apa kau lihat lembaran syairku yang kusimpan disini?
TUMIYAH:
Mana aku tahu syairmu, pagi ini aku sedang kesal. Lagi pula, apa tidak ada pekerjaan lain selain meramal syair-syair sialanmu itu?

JOHARI:
Dari pada kau mencaci maki terus-terusan, lebih baik kau bikinkan aku segelas kopi, biar otakku sedikit encer menghitung angka-angka ini

TUMIYAH:
Hari ini tak ada kopi Pak Tua! Sebaiknya kau simpan saja impianmu itu!

JOHARI:
Alah! Kau tahu apa tentang merah delima?
(Johari melanjutkan pekerjaannya dan Tumiyah menghilang menuju dapur)

III
Ketika Johari asyik dengan pekerjaannya, Ujang anaknya—yang masih berusia 10 tahun—datang, pakaiannya basah kuyup. Dengan melenggang kangkung, ujang mendekati bapaknya dan duduk di dipan. Matanya sibuk memperhatikan bapaknya yang sibuk menghitung angka-angka.

JOHARI:
He, anak jadah! Kenapa bajumu basah? Heh, aaa, aku tahu, kau pasti ngintip janda kembang itu mandi ya? Kecil-kecil sudah kurang ajar! Ayo pergi sana! Ganti bajumu! Mengganggu konsentrasiku saja!
(Dengan cuek Ujang beranjak menuju dapur, Johari masih melototkan matanya pada Ujang. Setelah Ujang menghilang, Johari kembali dengan pekerjaannya. Tapi, itupun hanya sebentar, karena tak lama setelah itu, Ujang berlari keluar dari dapur diiringi terikan istrinya yang memekakkan telinga.)

TUMIYAH:
Anak sialan! Hei, mau kemana kau? Heh, jangan lari! Kembalikan dulu uangku yang 3000 perak! Pasti kau yang mencurinya! Hei, jangan lari! Keparat, sampai kapan kau mempermainakan orang tua, heh? Awas kau! Awas!
(Tumiyah terlambat, lari Ujang begitu cepat, begitu keluar dari dapur, ia hanya mendapati suaminya yang tengah asyik dengan angka-angkanya, kontan saja, suaminya pun jadi sasaran kemarahannya)

TUMIYAH:
Pak tua, apa kau pikir akan makan dengan berada di rumah terus, heh? Ke pasar kek, kemana saja. Aku sudah tidak punya minyak tanah pak tua!

JOHARI:
Kau ikhlaskan saja 3000 perak itu, untuk beli minyak tanah ngutang dulu di warung si Leman, aku sedang nunggu si Kontan untuk urusan penting.

TUMIYAH:
Kontan gundul bonyok! Apa sepenting itu Kontan hingga kau harus menunggu? Dengar pak tua, utang sama si Leman sudah tiga puluh ribu perak, yang penting sekarang minyak tanah, bukan Kontan

JOHARI:
Perempuan goblok, kau tahu apa tentang merah delima? Heh, kalau jadi…hem. Kita akan lekas kaya! Aku akan bangun rumah dengan lampu yang lebih besar dari yang ada di Griya Arta sana. Biar mereka nyahok! Kemudian, aku akan…

TUMIYAH:
Alah sudah! Dasar pembual!

(Tumiyah memotong ucapan suaminya, bertengkar dengan lelaki ini, tak akan menghasilkan apa-apa. Otaknya sudah budek. Lalu menyapu gubuknya yang seperti kapal pecah. Tengah asyik menyapu, ia teringat bahwa hari ini adalah hari rabu. Tumiyah tersenyum, emosinya sedikit reda. Ia berhenti menyapu dan mendekati suaminya yang sedang mabuk membayangkan rumah sehebat Griya Arta)

TUMIYAH:
Apa kau sudah mendapatkan inpo alam pak tua?

JOHARI:
Heeeeh perempuan, kamu bilang enggak punya duit!

TUMIYAH:
Weeaalahh, tololnya, kalau kau menang kan aku juga yang senang, lagian, apa kau punya duit? Beli minyak tanah saja tidak becus!

JOHARI:
Ya sudah, aku cuman mancing-mancing kalau kamu diam-diam masih menyembunyikan uang. Hem, kelihatannya wangsit kali ini memang benar. Coba kau bayangkan, dalam mimpi itu aku dikelilingi tiga ekor kalkun. Kalkun Arab. Setelah dikutak-kutik, ternyata kena pada tujuh delapan dengan ekor dua tujuh. Pokoknya untuk yang satu ini aku harus bisa. Aku akan mengandalkan si Kontan, setidaknya untuk dua kupon

TUMIYAH:
Terserah, mau Kontan mau setan, aku sudah tak mau tahu, yang penting sekarang minyak! Aku tak mau kelaparan karena Kontan.
(Tumiyah buru-buru bangkit, menyelesaikan pekerjaanya menyapu rumah, agak lama. Ia menoleh ke belakang, ke arah suaminya yang masih bermimpi dengan rumah seindah Griya Arta, hati-hati, ia kemudian menyelinap keluar, bukan ke warung Leman, tetapi ke Pasar untuk membeli dua lembar kupon)

IV
Hingga pukul 12.00 siang, Kontan belum jua muncul. Tiba-tiba Ros—anak gadisnya—muncul, Ros datang dengan membawa nasi bungkus dan memakannya sendiri dengan enak. Pak Johari jadi iri dan lapar. Pak Johari jadi ingat bahwa perutnya belum di isi sejak pagi tadi, sedang Tumiyah istrinya ngelayap entah kemana.

JOHARI:
Tentu kau masih menyimpan uang, belikan ayah sebungkus lagi, pake tahu

ROS:
Nggak! Nggak mau. Uangku hanya tingga 2000 perak buat beli viva, bedakku habis
(Ros tiba-tiba menjauh, menjaga nasinya agar tidak terjangkau oleh ayahnya)

JOHARI:
Heh, bukankah itu uangku? Uang dari si Ujang kan?

ROS:
Enak saja, bang Nasrul yang kasih aku lima ribu

JOHARI:
Nasrul? Laki-laki brengsek itu? O ya, kalau begitu tolong kamu pinjamkan sama Nasrul. Nasrul senang kamu? Bagus. Tidak apa-apa

ROS:
Nggak! Pergi saja sendiri
(Ros kemudian lari ke belakang, tentu saja Johari marah sambil berteriak)

JOHARI:
Keparat! Awas kamu Ros, aku doakan kau nyahok dengan Nasrul!
(Pak Johari pun pergi keluar rumah)

V
Malam telah larut, lampu minyak telah lama dinyalakan. Kecuali Pak Johari yang memang belum pulang, semua penghuni di rumah itu telah lama lelap bersama mimpi-mimpi indahnya. Ya, tak ada yang perlu dikerjakan selain tidur. Hanya dengan tidurlah keluarga semacam itu bisa tentram dan sunyi.

Pukul sebelas malam, pak Johari baru pulang. Tubuhnya sedikit oleng pertanda sedang mabuk berat. Mulutnya menceracau-ceracau tak karuan. Memanggil-manggil Tumiyah Istrinya.

JOHARI:
Tum, Tumiyah, aku gagal Tum, hik, aku gagal mendapatkan kupon itu, padahal nomornya jitu, hik. Jika saja tidak, mungkin malam ini kita sudah bercinta di Griya Arta, eh, hik, bercinta? O ya, malam ini kita bercinta lagi ya Tum, hik, itulah obat bagi segalanya, hik. Tenanglah Tum, besok akan kupikirkan lagi kabar tentang merah delima, hik. Tum, hik, Tum..

(Mulut Johari terus menceracau, dalam benaknya sudah terbayang nikmatnya bercinta dengan Istrinya. Johari kemudian bergerak menuju salah satu kamar dalam gubuknya, tapi bukan ke kamar dimana Tumiyah Istrinya telah lama terlelap. Barangkali gara-gara terlalu mabuk sehingga Johari lupa bahwa ia telah masuk ke kamar Ros anak gadisnya. Dan…)

* * *

SELESAI

Prev: SAJAK - SAJAK

reply share





























Lancar Berpidato dengan Lafal, Intonasi, Nada, dan Sikap yang Tepat


Berpidato adalah aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mengungkapkan
ide, gagasan, dan pikiran, baik direncanakan maupun tidak direncanakan.
Berpidato merupakan salah satu keterampilan berbicara. Apabila kita pandai
berpidato tentu saja akan mendatangkan banyak keuntungan, baik keuntungan
secara pribadi maupun secara umum bagi keluarga dan masyarakat luas.


a.Unsur-unsurPidato
Unsur-unsur dalam berpidato adalah pembicara, bahan/materi pembicaraan,
objek atau pendengar, dan tema. Ketiga unsur tersebut saling memengaruhi
satu dengan yang lain. Hilangnya salah satu unsur tersebut di atas, akan mengakibatkanketimpangandalamberpidato.


b.MetodeBerpidato
Berpidato yang baik tentu harus memilih metode yang baik. Metode-metode
berpidato yang baik dapat dibagi menjadi berikut ini.


1) Metode naskah, yaitu berpidato yang mengandalkan pada naskah. Metode
ini dipakai biasanya dalam pidato-pidato resmi, pidato di televisi atau di
radio.

2) Metode menghafal, yaitu metode berpidato yang direncanakan jauh hari
sebelumnya. Metode ini biasanya akan membosankan bagi pendengarnya.
3) Metode impromptu/serta-merta, yaitu metode berpidato berdasarkan kebutuhan
sesaat. Oleh karena itu, metode ini tanpa ada persiapan sebelumnya,
sehingga hasilnya akan kurang maksimal.
4) Metode ekstemporan (catatan kecil), yaitu metode berpidato yang direncanakan
dengan menggunakan catatan kecil sebagai inti dan rangkaian pembicaraan
yang akan disampaikan kepada pendengarnya.


Keempat metode ini saling melengkapi. Masing-masing metode memiliki
keunggulan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, sebagian orang
yang kreatif justru menggabungkan berbagai metode berpidato di atas untuk
menariksimpatipendengarnya.


c.MaksuddanTujuanBerpidato
Berpidato tidak hanya sekadar bermain kata-kata. Berpidato juga memiliki
maksud dan tujuan yang baik dan bermanfaat. Maksud dan tujuan berpidato
antara lain sebagai berikut


1)Mendorong/memberisemangatpendengarnya.
2)Meyakinkanpendengarnya.
3)Menginginkanreaksidaripendengarnya.
4)Memberitahukan/menginformasikanpendengarnya.
5)Menyenangkandanmenghiburpendengarnya.


d.Teknik Penyajian Berpidato yang Baik
Dalam menyampaikan materi pidato diperlukan strategi penyampaian yang
baik untuk menarik simpati pendengarnya. Teknik penyampaian pidato yang
baik adalah sebagai berikut

.
1) Menggunakan bahasa yang mudah dipahami pendengar.
2) Menggunakan contoh dan ilustrasi yang mempermudah pendengar dalam
memahami konsep yang abstrak apabila diperlukan.
3) Memberi penekanan dengan cara mengadakan variasi dalam gaya
penyajian.
4) Mengorganisasikan materi sajian dengan urut dari hal mudah ke hal yang
sulit dan lengkap.
5) Menghindari penggunaan kata-kata yang meragukan dan berlebih-lebihan.
6) Program atau materi disajikan dengan urutan yang jelas.
7) Berikan ikhtisar butir-butir yang penting, baik selama sajian maupun pada
akhir sajian.
8) Gunakan variasi suara dalam memberikan penekanan pada hal-hal yang
penting.
9) Kejelasan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat agar pendengar tidak
bosan atau terkesan monoton.
10) Membuat dan mengajukan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman pendengar,
minat pendengar, atau sikap pendengar, jika diperlukan.
11) Menggunakan nada suara, volume suara, kecepatan bicara secara bervariasi.
12) Menggunakan bahasa tubuh yang mendukung komunikasi Anda dengan
pendengar.

Diposkan oleh SMAN 1 RAJAGALUH di 09:41

Label: BAHASA INDONESIA




























Contoh teks pidato

WajibBelajar9Tahun

AssalamualikumWarohmatullohiWabarokatuh

Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Pertama-tama, Marilah kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya atas perkenanNya, Kita semua dapat hadir pada pagi hari ini. Terima kasih tidak lupa Saya ucapkan kepada Bapak Bowo serta teman-teman X6 yang telah memberikan Saya kesempatan berpidato diruang yang megah ini.


Pada kesempatan kali ini, Saya akan membahas pidato tentang “ Wajib Belajar 9 Tahun” yang merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan setiap warga negara untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).

Seperti Kita ketahui bersama, Pendidikan merupakan satu aspek penting bagi pembangunan bangsa. Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu, yang merupakan produk pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara.


Program ini dilatar belakangi dari munculnya Program Wajib Belajar 6 Tahun pada tahun 1984. Kemudian pada tahun 1994 melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1994 ditingkatkan menjadi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Hal ini berarti bahwa setiap anak Indonesia yang berumur 7sampai 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun.


Pada awalnya, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) akan menuntaskan program wajib belajar (wajar) 9 tahun pada pendidikan dasar (SD dan SMP) paling lambat tahun 2008. Namun ternyata Program Wajib Belajar 9 Tahun yang ditargetkan Departemen Pendidikan Nasional diraih tahun 2008 terancam gagal. Itu semua terjadi karena masih banyaknya kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraannya, khususnya berkait dengan akses pendidikan yang masih relatif rendah, serta mutunya pendidikan, dalam hal ini mencakup tenaga kependidikan, fasilitas, pembiayaan, manajemen, proses dan prestasi siswa masih rendah.


Untuk penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun, disamping pemberian dana atau subsidi yang lain, ada BOS. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan Salah satu dana kompensasi untuk mengurangi beban masyarakat, khususnya masyarakat miskin, dalam membiayai pendidikan. Dan Salah satu upaya menuntaskan wajar 9 tahun, antara lain menambah daya tampung SMP dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan membangun unit sekolah baru (USB) di daerah yang belum memiliki SMP/MTs dan menambah ruang kelas bagi daerah memiliki SMP/MTs.


Sebenarnya tujuan diadakannya program Wajib Belajar 9 Tahun, diharapkan jumlah anak putus sekolah (drop-out) bisa diminimalisir dan juga sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia serta penuntasan wajib belajar yang tidak hanya merupakan upaya agar anak masuk ke sekolah, akan tetapi sekolah dengan sistem pembelajaran yang berkua-litas. Namun rendahnya partisipasi sebagian kelompok masyarakat dalam mendukung wajib belajar, sebagai akibat adanya hambatan geografis, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat mengakibatkan program ini terhambat.


Terkait dengan itu semua sebagai masyarakat yang baik, Kita harus ikut berpatisipasi atau ikut serta dalam mendukung Wajib Belajar 9 Tahun ini. Karena program ini sangat baik untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat terhadap masa depan generasi penerus bangsa yang berkualitas serta upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Cukup sekian pidato dari Saya. Terima Kasih atas perhatiannya.


Akhir kata Wabillahi Taufik Wal Hidayah


Wassalamu Alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.




Sumber : www.google.com Naskah pidato
































Apakah Esai itu?


Sebuah esai adalah sebuah komposisi prosa singkat yang mengekspresikan opini penulis tentang subyek tertentu. Sebuah esai dasar dibagi menjadi tiga bagian: pendahuluan yang berisi latar belakang informasi yang mengidentifikasi
subyek bahasan dan pengantar tentang subyek; tubuh esai yang menyajikan seluruh informasi tentang subyek; dan terakhir adalah konklusi yang memberikan kesimpulan dengan menyebutkan kembali ide pokok, ringkasan dari tubuh esai, atau
menambahkan beberapa observasi tentang subyek.


Apa yang membedakan esai dan bukan esai? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan dengan merujuk pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada, tetapi pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada sering kali masih tidak lengkap dan kadang bertolak belakang sehingga masih mengandung kekurangan juga. Misal mengenai ukuran esai, ada yang menyatakan bebas, sedang, dan dapat dibaca sekali duduk; mengenai isi esai, ada yang menyatakan berupa analisis, penafsiran dan uraian (sastra, budaya, filsafat, ilmu); dan demikian juga mengenai gaya dan metode esai ada yang menyatakan bebas dan ada yang menyatakan teratur.


Tipe Esai

Esai Deskriptif: esai deskriptif biasanya bertujuan menciptakan kesan tentang seseorang, tempat, atau benda. Bentuk esai ini mencakup rincian nyata untuk membawa pembaca pada visualisasi dari sebuah subyek. Rincian pendukung disajikan
dalam urutan tertentu (kiri ke kanan, atas ke bawah, dekat ke jauh, arah jarum jam, dll). Pola pergerakan ini mencerminkan urutan rincian yang dirasakan melalui penginderaan.

Esai ekspositori: esai ini menjelaskan subyek ke pembaca. Biasanya dilengkapi dengan penjelasan tentang proses membandingkan dua hal, identifikasi hubungan sebab-akibat, menjelaskan dengan contoh, membagi dan mengklasifikasikan, atau mendefinisikan. Urutan penjelasannya sangat bervariasi, tergantung dari tipe esai ekspositori yang dibuat. Esai proses akan menyajikan urutan yang bersifat kronologis (berdasarkan waktu); esai yang membandingkan akan menjelaskan dengan contoh-contoh; esai perbandingan atau klasifikasi akan menggunakan urutan kepentingan
(terpenting sampai yang tak penting, atau sebaliknya); esai sebab-akibat mungkin mengidentifikasi suatu sebab dan meramalkan akibat, atau sebaliknya, mulai dengan akibat dan mencari sebabnya.


Esai naratif: menggambarkan suatu ide dengan cara bertutur. Kejadian yang diceritakan biasanya disajikan sesuai urutan waktu. Esai persuasif bersuaha mengubah perilaku pembaca atau memotivasi pembaca untuk ikut serta dalam suatu
aksi/tindakan. Esai ini dapat menyatakan suatu emosi atau tampak emosional. Rincian pendukung biasanya disajikan berdasarkan urutan kepentingannya.


Esai dokumentatif: memberikan informasi berdasarkan suatu penelitian di bawah suatu institusi atau otoritas tertentu. Esai ini mengikuti panduan dari MLA, APA, atau panduan Turabian.


Sumber: http://libray.thinkquest.org/10888, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0406/19/pustaka/1092112.htm

Struktur Sebuah Esai

Pada dasarnya, sebuah esai terbagi minimum dalam lima paragraf:

  1. Paragraf Pertama

    Dalam paragraf ini penulis memperkenalkan topik yang akan dikemukakan, berikut tesisnya. Tesis ini harus dikemukakan dalam kalimat yang singkat dan jelas, sedapat mungkin pada kalimat pertama. Selanjutnya pembaca diperkenalkan pada tiga paragraf berikutnya yang mengembangkan tesis tersebut dalam beberapa sub topik.

  2. Paragraf Kedua sampai kelima

    Ketiga paragraf ini disebut tubuh dari sebuah esai yang memiliki struktur yang sama. Kalimat pendukung tesis dan argumen-argumennya dituliskan sebagai analisa dengan melihat relevansi dan relasinya dengan masing-masing sub topik.

  3. Paragraf Kelima (terakhir)

    Paragraf kelima merupakan paragraf kesimpulan. Tuliskan kembali tesis dan sub topik yang telah dibahas dalam paragraf kedua sampai kelima sebagai sebuah sintesis untuk meyakinkan pembaca


Langkah-langkah membuat Esai
1. Tentukan topik
2. Buatlah outline atau garis besar ide-ide anda
3. Tuliskan tesis anda dalam kalimat yang singkat dan jelas
4. Tuliskan tubuh tesis anda:

  • Mulailah dengan poin-poin penting

  • kemudian buatlah beberapa sub topik

  • Kembangkan sub topik yang telah anda buat


5. Buatlah paragraf pertama (pendahuluan)
6. Tuliskan kesimpulan
7. Berikan sentuhan terakhir


Memilih Topik

Bila topik telah ditentukan, anda mungkin tidak lagi memiliki kebebasan untuk memilih. Namun demikian, bukan berarti anda siap untuk menuju langkah berikutnya.

Pikirkan terlebih dahulu tipe naskah yang akan anda tulis. Apakah berupa tinjauan umum, atau analisis topik secara khusus? Jika hanya merupakan tinjauan umum, anda dapat langsung menuju ke langkah berikutnya. Tapi bila anda ingin melakukan analisis khusus, topik anda harus benar-benar spesifik. Jika topik masih terlalu umum, anda dapat mempersempit topik anda. Sebagai contoh, bila topik tentang "Indonesia" adalah satu topik yang masih sangat umum. Jika tujuan anda menulis sebuah gambaran umum (overview), maka topik ini sudah tepat. Namun bila anda ingin membuat analisis singkat, anda dapat mempersempit topik ini menjadi "Kekayaan Budaya Indonesia" atau "Situasi Politik di Indonesia". Setelah anda yakin akan apa yang anda tulis, anda bisa melanjutkan ke langkah berikutnya.

Bila topik belum ditentukan, maka tugas anda jauh lebih berat. Di sisi lain, sebenarnya anda memiliki kebebasan memilih topik yang anda sukai, sehingga biasanya membuat esai anda jauh lebih kuat dan berkarakter.

  • Tentukan Tujuan
    Tentukan terlebih dahulu tujuan esai yang akan anda tulis. Apakah untuk meyakinkan orang agar mempercayai apa yang anda percayai? Menjelaskan bagaimana melakukan hal-hal tertentu? Mendidik pembaca tentang seseorang, ide, tempat atau sesuatu? Apapun topik yang anda pilih, harus sesuai dengan tujuannya.

  • Tuliskan Minat Anda
    Jika anda telah menetapkan tujuan esai anda, tuliskan beberapa subyek yang menarik minat anda. Semakin banyak subyek yang anda tulis, akan semakin baik. Jika anda memiliki masalah dalam menemukan subyek yang anda minati, coba lihat di sekeliling anda. Adakah hal-hal yang menarik di sekitar anda? Pikirkan hidup anda? Apa yang anda lakukan? Mungkin ada beberapa yang menarik untuk dijadikan topik. Jangan mengevaluasi subyek-subyek tersebut, tuliskan saja segala sesuatu yang terlintas di kepala.

  • Evaluasi Potensial Topik
    Jika telah ada bebearpa topik yang pantas, pertimbangkan masing-masing topik tersebut. Jika tujuannya mendidik, anda harus mengerti benar tentang topik yang dimaksud. Jika tujuannya meyakinkan, maka topik tersebut harus benar-benar menggairahkan. Yang paling penting, berapa banyak ide-ide yang anda miliki untuk topik yang anda pilih.

Sebelum anda meneruskan ke langkah berikutnya, lihatlah lagi bentuk naskah yang anda tulis. Sama halnya dengan kasus dimana topik anda telah ditentukan, anda juga perlu memikirkan bentuk naskah yang anda tulis.

















Contoh esai

Membumikan Visi Keadilan Sosial Agama
Oleh Ahmad Fuad Fanani

Banyak orang yang berpandangan bahwa agama itu tidak perlu didiskusikan dan diwacanakan, tetapi lebih pas dan tepat untuk diamalkan. Tidak heran bahwa diskusi agama sering sepi dari peminat karena dianggap tidak menarik dan mengubah keadaan, dan belum tentu mendatangkan pahala.

Jika kita kaji, kemunculan ekstrimisme keagamaan dan fanatisme yang mengarah kepada tindakan kekerasan, serta mengancam perdamaian dan demokrasi, adalah salah satu implikasi dari agama yang tidak pernah didiskusikan dan tidak menjadi wacana publik. Sebab, pemahaman keagamaan yang diterima masyarakat menjadi statis, monolitik, mengarah kepada klaim kebenaran, dan tidak muncul berbagai alternatif penafsiran. Padahal sebagaimana ilmu-ilmu lainnya, pengetahuan tentang agama juga mengalami evolusi agar dia tidak menjadi beku dan ketinggalan zaman.
Pada dasarnya semua agama mengajarkan keadilan, keluhuran, dan larangan berbuat kejahatan. Namun, jurang antara agama, idealisme agama, dan pemeluknya yang gagal memahami pesan dasar agamanya memang terjadi di banyak agama. Tidak heran jika agama seringkali menjadi tertuduh atas berbagai konflik sosial, politik, dan kemanusiaan yang terjadi.

Di samping itu, ada satu hal yang menjadi unsur utama dan pertama, dalam kehidupan dan keberagamaan kita, namun jarang sekali dihayati dan diimplementasikan, yaitu keadilan sosial yang sesungguhnya menjadi inti dari ajaran semua agama. Keadilan sosial ini memang dengan mudah kita temukan dalam kitab-kitab suci semua agama. Namun, dalam kehidupan nyata ajaran tentang keadilan sosial ini jarang dibumikan dalam praktik kehidupan. Bahkan, dalam sistem pemerintahan dan model kekuasaan di hampir semua agama pun jarang sekali yang menjadikan keadilan sosial sebagai ruh perjuangan dan dasar gerak dalam menjalankan kekuasaan. Para agamawan pun, meski banyak juga yang fasih dan gemar menyuarakan keadilan sosial sebagai wirid harian dan tema utama ceramahnya, masih banyak yang belum bisa mentransformasikan soal itu dalam kehidupan sehari-hari guna membentuk moralitas publik yang menjunjung tegaknya kesejahteraan rakyat kecil dan prinsip keadilan.
Hal lain yang menyebabkan agama dan kaum agamawan gagal menjawab tantangan kemanusiaan dan peradaban adalah kita tidak membaca dan belajar dari sejarah. Akibat dari tidak membaca sejarah maka, usaha dalam membina dan membangun bangsa ini bisa gagal. Dalam soal lautan kemiskinan yang terbentang luas selama berabad-abad, hingga kini belum banyak para agamawan yang berpikir untuk mencari jalan keluarnya. Pembangunan yang tidak mengacu pada prinsip keadilan sosialpun masih banyak dipertahankan dan menjadi proyek kesayangan para pejabat.
Dan di atas itu semua, masalah kepemimpinan bangsa ini masih memprihatinkan, yang diurus hanya kekuasaan, dan politik masih banyak dijadikan sebagai profesi dan mata pencaharian para politisi. Rahim bangsa ini masih kikir melahirkan pemimpin yang kreatif. Meski keadaan begitu parah dan memprihatinkan, agama melarang kita berputus asa dan larut dalam kesedihan. Maka kita harus berbuat sebaik-baiknya, seserius-seriusnya, dan semaksimalnya.

Pada keadaan seperti itu, semestinya para agamawan berfungsi dan berdiri paling depan dalam menggelorakan semangat keadilan sosial dalam melindungi kaum miskin , membela rakyat kecil, dan memprotes pemerintah yang korup dan mengejar kepentingan politiknya sendiri. Agama harus mampu menjawab persoalan nyata yang dihadapi rakyat, misalnya mengapa masih banyak yang tidak bisa makan dan tidak bisa sekolah? Maka, jangan sampai para agamawan justru menjadi pelegitimasi rezim dan pemberi stempel terhadap kebijakan yang dikeluarkan orang kaya, negara, dan kelompok masyarakat yang merugikan rakyat kecil.

Para agamawan harus siap dan rela jika menjadi tidak populer, tidak berlimpah materi, jauh dari kekuasaan, serta kuat menahan diri terhadap segala godaan yang kerap datang merayu dan menggoyahkan iman. Perselingkuhan antara politisi, pengusaha, dan agamawan akan membuat masyarakat awam skeptis dan sinis terhadap peran luhur agama. Agamawan justru harus berani mengingatkan penguasa dan pengusaha yang batil.

Farish Noor dalam artikelnya menyatakan, kemenangan sebuah agama dan agamawan bukanlah terletak pada bagaimana menampilkan agama yang murni dan yang lainnya dianggap salah, namun justru pada komitmennya untuk menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan sosial, prularisme, dan hak-hak kaum minoritas dan kesetaraan jender.

Oleh karenanya, persoalan agama dan keadilan sosial jangan hanya dijadikan wacana saja, tetapi harus dibumikan dalam kehidupan nyata. Agama dan kaum agamawan harus betul-betul mendukung suasana yang kondusif bagi tegaknya keadilan sosial. Kolusi penguasa-pengusaha yang merugikan kehidupan rakyat jelata harus tak jemu dikecam oleh pemuka agama.

Jangan sampai ada tokoh agama dan pengikutnya merasa paling peduli dan teguh menegakkan keadilan sosial serta menentang kezaliman, padahal mereka sendiri berbuat zalim dengan tidak menghargai pemeluk agama lain dan gemar menghakimi keyakinan orang lain. Agama harus betul-betul peduli pada orang yang menderita dan tegas pemihakannya terhadap nasib orang-orang yang papa dan yang termarjinalkan.

Kompas, Rabu 29 November 2006, dengan perubahan seperlunya.



Tidak ada komentar: