Sabtu, 13 Juni 2009

Sebuah BAB II NONPTK

2. KAJIAN PUSTAKA


2.1 Tindak Tutur

Tindak ujar merupakan aksi (tindakan) dengan menggunakan bahasa (Djajasudarma, 1994: 63). Bahasa digunakan pada hamper semua aktivitas. Kita menggunakan bahasa untuk mrnyatakan informasi (permohonan informasi, memerintah, mengajukan permohonan, mengancam, mengingatkan, bertaruh, menasehati, dan sebagainya). Sejalan dengan pengertian tersebut Chaer (1995: 65) mengatakan bahwa tidnak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentuan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam mengahadpi situasi tertentu.

Dari dua definisi tersebut dapat dilihat bahwa dalam tindak tutur yang lebih ditekankan ialah atau arti tindakan dalam tuturannya. Hal itu sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, yang bertujuan untuk merumuskan maksud dan melahirkan perasaan penutur. Selain itu, tindak tutur juga mencangkup ekspresi situasi psikologis (misalnya berterima kasih dan memohon maaf), dan tindak social seperti mempengaruhi tingkah laku orang lain (misalnya mengingatkan dan memerintah) atau membuat kontrak (misalnyaberjanji dan menamai).


2.1.1 Jenis Tindak Tutur

Menurut Djajasudarma (1994: 64) tindak ujar dapat diklasifikasikan ke dalam tindak ujar langsung (direct speech acts) dan tindak ujar tidak langsung (indirect speech acts). Tinak ujar langsung menunjukkan fungsinya dalam keadaa (tindakan) langsung dan literal (penuturan sesuai kenyataan), sedangakn tindak ujar tidak langsung biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang implisit.

Tindak tutr yang dilangsungkan dengan kalimat performatif oleh Austin (dalam Chaer, 1995: 69) dirumuskan sebagai tiga peristiwa tindakan yang berlangsung sekaligus. Tiga peristiwa tindak tutur tersebut ialah (1) tindak tutur lokusi, (2) tindak tutr ilokusi, dan (3) tindak tutur perlokusi. Tindak tutur lokusi ialah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu; tindak tutur ilokusi ialah tindak tutur dalam mengatakan sesuatu; tindak tutur perlokusi ialah melakuakan tindak tutur dengan menyatakan sesuatu.


2.2 Tindak Tutur Guru

Menurut Ibrahim (1993: 212) tindak tutur guru ialah tindak tutur yang memiliki karakteristik sebagai berikut: menginformasikan, menjelaskan, mendefinisikan, menanyakan, membenarkan, menarik perhatian, memerintah, dan menyuruh.

Berkaitan dengan hal tersebut Partiningsih (2002) dalam skripsinya merumuskan 17 tindak bahasa guru dalam proses belajar mengajar. Hal itu ialah (1) tindak prawacana pemula, (2) tndak memberi informasi, (3) tindak pemanggilan, (4) tindak pemancingan, (5) tindak pemeriksaan, (6) tindak memberi arahan, (7) tindak memberi dorongan, (8) tindak memberi petunjuk, (9) tindak memberi isyarat, (10) tindak penanda, (11) tindak memberi pengakuan, (12) tindak menerima balasan siswa, (13) tindak memberi komentar, (14) tindak memberi evaluasi, (15) tindak penunjukan, (16) tindak memberi tawaran, dan (17) tindak penyimpulan.


2.2.1 Tindak Tutur Langsung Guru

Dalam proses belajar mengajar guru seringkali menggunakan kata-kata atau kalimat yang mudah dipahami oleh siswa. Tuturan guru yang mudah dipahami oleh siswa inilah yang disebut tindak tutur langsung.

Lebih jauh Wijana (1996: 30) mengatakan bahwa tindak tutur langsung ialah kalimat berita yang difungsikan secara konvensional untuk mengatakan sesuatu; kalimat Tanya untuk bertanya; kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dan sebagainya.

Perhatikan contoh berikut ini!

Tempat : ruang kelas ketika pelajaran berlangsung

Guru : ketua kelas, Tolong ambilkan kapur tulis!

Ketua kelas : baik, Pak. Segera saya ambilkan.

Pada contoh di atas, jelas sang guru meminta ketua kelas mengambilkan kapur tulis. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam tindak tutur langsung apa yang dilakukan sesuai dengan apa yang dituturkan.


2.2.2 Tindak Tutur Tidak Langsung Guru

Sesuai dengan kaidah sopan santun, tindak tutur yang diujarkan guru tidak terbatas pada tindak tutur langsung melainkan juga tindak tutur tidak langsung; tidak hanya terbatas pada tindak tutur lokusi melainkan juga tindak tutur ilokusi dan tindak tutur perlokusi.

Austin (dalam Ibrahim, 1993: 15) membagi empat jenis tindak tutur ilokusi. Empat jenis itu ialah ekspositif, eksersitif, komisif, dan behabitif. Dan Searle (dalam Ibrahim, 1993: 15) membagi tindak tutur ilokusi menjadi empat jenis dengan perincian sebagai berikut: representative, direktif, komisif, dan ekspresif.

Sejalan dengan Austin dan Searle, Ibrahim (1993: 14 – 15) membagi tindak ttutur ilokusi menjadi enam kategori dengan perincian sebagai berikut (1) afektif, (2) verdiktif, (3) konstatif, (4) direktif, (5) komisif, dan (6) acknowledgment. Konstatif merupakan ekspresi keperayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk dan memegang kepercayaan yang serupa. Direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan prospektif oleh mitra tutur, dan kehendaknya terhadap tindakan mitra tutur. Komisif mengekspresikan kehendak dan kepercayaan penutur sehingga ujarannya mengharuskan untuk melakukan sesuatu. Acknowledgement mengekspresikan perasaan mengenai mitra tutur dan ujaran yang memenuhi harapan sosial.


2.3 Motivasi Belajar Siswa

Keberhasilan belajar seseorang ditentukan oleh keinginan, dorongan/ motivasi belajar pada dirinya. Motivasi dapat diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjai aktif (Sardiman, 2004: 73). Eysenck dkk, (dalam Slameto, 1995: 170) merumuskan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi serta arah umum dari tingkah manusia. Berdasarkan definisi tersebut disimpulkan bahwa motivasi ialah penyebab terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia menjadi tindakan atau sikap untuk melakukan sesuatu.

Dalam proses belajar mengajar, apabila ada seorang siswa yang tidak berbuat sesuatu padahal hal tersebut harus dikerjakan, maka sikap diam siswa tersebut dapat diselidiki sebab-sebabnya. Sebab-sebab itu bisa macam-macam. Mungkin ia tidak senang; sakit; lapar; ada problem pribadi, dan lain-lain. Hal ini berarti pada diri seorang siswa tersebut tidak terjadi perubahan energi dan tidak terangsang afeksinya untuk melakukan sesuatu karena siswa tersebut tidak memiliki tujuan atau kebutuhan belajar. Dalam keadaan semacam itu guru perlu melakukan daya upaya untuk menemukan sebab musababnya. Kemudian sang guru mendorong siswa untuk mau melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukannya—belajar. Dengan kata lain, siswa perlu diberikan rangsangan agar tumbuh motivasi pada diri siswa.

Sehubungan dengan hal itu ada tiga fungsi motivasi, antara lain: (1) mendorong manusia untuk berbuat, (2) menentukan arah perbuatan, (3) menyeleksi perbuatan. Disamping itu, motivasi juga dapat berfungsi sebagai pendorong kerja dan pencapaian prestasi.


2.3.1 Macam-macam Motivasi

1. Motif Bawah Dan Motif yang Dipelajari

a. motif bawah

Motif bawah ialah motif yang dibawa manusia sejak lahir. Motivasi tersebut ada tanpa dipelajari. Misalnya, dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dan dorongan untuk bekerja.

b. motif yang dipelajari

Motif yang dipelajari maksudnya ialah motif yang timbul karena dipelejari. Misalnya, dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat.

2. Motivasi Instrinsik dan Ekstrensik

a. motivasi Intrinsik

motivasi Instrinsik ialah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Misalnya, seseorang yang senang membaca.

b. Motivasi Ekstrinsik

motivasi ekstrinsik ialah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Misalnya, seseorang belajar karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh temannya.

Guru harus menyelidiki bahwa setiap bahan pelajaran menarik perhatian siswa sebagaimana juga tidak setiap siswa menaruh perhatian terhadap bahan pelajaran yang sama. Karena itu mutlak diperlukan kecakapan guru untuk dapat memberikan motivasi membangkitkan minat dan perhatian siswa terhadap bahan pelajaran yang sedang diajarkannya.


2.4 Prestasi Belajar

Dilihat dari tujuannya, Tes belajar dan kemampuan lain itu berbeda. Perbedaannya ialah mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar (saifudin, 2003: 8). Ini berarti bahwa tes prestasi belajar bertujuan mengukur prestai atau hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar. Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk menungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan di kelas, tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan-ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian masuk perguruan tinggi.

Dalam system pendidikan tes prestasi belajar memiliki beberapa fungsi. Fungsi tersebut ialah fungsi penempatan, fungsi formatif, fungsi diagnostic, dan fungsi sumatif. Fungsi penempatan ialah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu, misalnya penggunaan nilai rapor kelas XII IPS 1 Sekolah menengah atas untuk menentukan jurusan studi di jenjang pendidikan selanjutnya. Fungsi formatif ialah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk melihat kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pelajaran, misalnya ujian tengah semester. Fungsi diagnosis ialah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk mendiagnosis kesukaran-kesuakaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat segera diperbaiki. Fungsi sumatif ialah penggunaan hasli tes prestasi belajar siswa untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran.




2.5 Kaidah Sopan Santun

Konsep utma yang lain dalam pragmatik linguistik ialah sopan santun (politeness). Robin Lakoof mengatakan bahwa terdapat dua kaidah awal kompetensi pragmatic, yaitu “buatlah perkataan Anda jelas (make yourself clear) dan sopanlah (be polite).”

Tiga kaidah sopan santun menurut R. Lakoof (dalam Ibrahim, 1993: 320) ialah:

  1. formalis: jangan menyela (tetaplah bersabar

  2. kebebasan pilihan: berilah mitra tutur pilihannya sendiri

  3. kesederajatan: bertindaklah seolah-olah Anda dan mitra tutur sama, buatlah agar ia merasa enak

Menurut Leech (dalam Henry, 1994: 82) sopan santun mencangkup seperangkap masik sopan santun sebagaimana berikut:

  1. maksim kebijaksanaan (dalam kerugian dan keuntungan)

  1. kurangi kerugian orang lain

  2. tambahi keuntungan orang lain

  1. maksim kedermawanan (dalam kerugian dan keuntungan)

  1. kurangi keuntungan diri sendiri

  2. tambahi pengorbanan diri sendiri

  1. maksim penghargaan

  1. kurangi cacian kepada orang lain

  2. tambahi pujian kepada orang lain

  1. maksin kesederhanaan

  1. kurangi pujian pada diri sendiri

  2. tambahi cacian pada diri sendiri

  1. maksim pemufakatan

  1. kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dan orang lain

  2. tingaktkan persesuaian antara diri sendiri dan orang lain

  1. maksim simpati

  1. kurangi simpati antara diri sendiri dan orang lain

  2. perbesar simpati antara diri sendiri dan orang lain




2.6 Pendekatan Teori Belajar

2.6.1 Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt

Gestalt ialah sebuah teori belajar yang dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari jerman. Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting daripada bagian-bagian, sebab keberadaan bagian-bagian itu didahului oleh keseluruhan (dalam Djamarah, 2002: 19).

Teori belajar ini memberikan beberapa prinsip yang penting, antara lain:

    1. belajar berdasarkan keseluruhan

    2. belajar ialah suatu proses perkembangan

    3. anak didik sebagai organisme keseluruhan

    4. terjadi transfer

    5. belajar ialah reorganisasi pengalaman

    6. belajar harus dengan pengertian

    7. belajar akan berhasil bila mempunyai minat, keinginan, dan tujuan

    8. belajar berlangsung terus-menerus


2.6.2 Teori Belajar Menurut R. Gagne

Dalam masalah belajar, gagne (dalam Djamarah, 2002: 22) memberikan dua definisi sebagai berikut:

  1. belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku

  2. belajar ialah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi

Gagne mengatakan bahwa segala sesuatu yang dipelejari oleh manusia dapat dibagi menjadi lima kategori yang disebut the domainds of learning. Lima kategori tersebut ialah:

  1. keterampilan motoris (motor skill)

  2. informasi verbal

  3. kemampuan intelektual

  4. strategi kognitif

  5. sikap


2.7 Keterkaitan antara Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Kaidah Sopan Santun dan Teori Belajar


2.7.1 Keterkaitan antara Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Kaidah Sopan Santun R. Lakoof

Tindak tutur tidak langsung diuajrkan untuk menyatakan atau mengungkapkan maksud penutur. Dalam usaha memahami maksud penutur mitra tutur mempunyai kebebasan pilihan, misalnya guru berujar “Papan tulisnya bersih sekali ya?” maka ada beberapa kemungkinan jawaban yang diberikan siswa. Hal itu antara lain:

    1. ya Bu, bersih sekali.

    2. Tidak Bu, sangat kotor sekali.

    3. Baik Bu, saya bersihkan. (sambil maju ke depan kelas untuk membersihkan papan tulis).

Banyak pilihan jawaban yang bisa diambil siswa. Manakala siswa tanggap dengan maksud ujaran guru, siswa akan dengan cepat membersihkan papn tulis kelas. Tetapi sebaliknya, manakala tiada siswa yang tanggap dengan maksud ujaran guru papan tulis akan tetap dalam keadaan kotor.


2.7.2 Keterkaitan antara Tindak Tutur Tidak Langsung dengan Kaidah Sopan Santun Leech

Kesopansantunan pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat kita sebut sebagai diri sendiri dan orang lain. Dalam percakapan, diri sendiri biasanya dikenali sebagai pembicara dan orang lain sebagai penyimak; tetapi para pembicara juga memperlihatkan kesopansantunan kepada kelompok ketiga yang mungkin hadir dalam situasi ujar tersebut. Guru sebagai pembicara mengguanakan tindak tutur tidak langsung untuk menunjukkan kesopansantunan dan mencapai tujuan tertentu.





2.7.2.1 Maksim Kebijaksanaan

Maksin ini menggariskan setiap peseta tutur unutuk meminimalkan kerugian orang lain, atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain (Wijana, 1996: 56).

Contoh:

    1. hapus tulisan di papan tulis! (tidak sopan)

    2. hapuskan tulisan di papan tulis! (tidak sopan)

    3. adi, silahkan hapus tulisan di papan tulis. (agak sopan)

    4. sudikah kiranya Adi menghapuskan tulisan di appan tulis. (sopan)

    5. kalau tidak keberatan, sudilah adi menghapuskan tulisan di papan tuils.

(sopan)

Tuturan nomor (1), (2), dan (3) memiliki tingkat kesopanan yang lebih rendah daripada tuturan nomor (4), dan (5).

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa semakin panjang tuturan seseorang maka semakin besar pula keinginan orang itu untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan yang diutarakan secara tidak langsung, lazimnya lebih sopan dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara langsung.

Perhatikan contoh berikut!

Seorang guru berkata kepada siswa yang tidak mengerjakan PR.

    1. Adi, kamu memang pemalas! (tindak tutur langsung)

    2. Adi, belajar lebih giat ya! (tindak tutur tidak langsung)

Tuturan nomor (1) memiliki tingkat kesopanan lebih rendah dibandingkan dengan tuturan nomor (2).


2.7.2.2 Maksim Kedermawanan

Maksim ini mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk memaksimalkan kerugian pada diri sendiri, dan meminimalkan keuntungan pada diri sendiri (Wijana, 1996: 57). Ujaran (1) dan (3) di bawah ini dipandang kurang sopan bila dibandingkan dengan (2) dan (4).

  1. kamu harus menghapus tulisan di papan tulis ini. (tindak tutur langsung)

  2. saya akan menghapus tulisan di papan tulis ini. (tindak tutur tidak langsung)

  3. saya akan memberimu nilai jelek. (tindak tutur langsung)

  4. saya akan memberimu nilai yang baik. (tindak tutur tidak langsung)

Tuturan (1) dan (3) merupakan tindak tutur langsung (selanjutnya disingkat TTL). Tuturan tersebut dirasa kurang sopan karena penutur berusaha memaksimalkan keuntungan pada dirinya dengan menyusahkan orang lain. Sebaliknya, nomor (2) dan (4) merupakan tindak tutur tidak langsung (selanjutnya disingkat TTTL). Tuturan tersebut dirasa sopan karena penutur berusaha memaksimalkan kerugian pada dirinya sendiri.


2.7.2.3 Maksim Penghargaan

Dalam mengungkapkan perasaan dan menyatakan pendapat seseorang harus bersikap sopan. Maksim penghargaan menuntut setiap orang untuk meminimalkan cacian pada orang lain dan memaksimalkan pujian pada orang lain. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan kalimat beeikut ini.

  1. tulisanmu sangat bagus. (TTTL)

  2. tulisanmu jelek sekali. (TTL)

  3. bajumu sangat rapi. (TTTL)

  4. bajumu sangat kusut sekali. (TTL)

Tuturan nomor (2) dan (4) dirasa kurang sopan karean memaksimalkan cacian paa orang lain, sebaliknya tuturan nomor (1) dan (3) dirasa sangat sopan karena memaksmalkan pujian pada orang lain.


2.7.2.4 Maksim Kesederhanaan

Inti pokok Maksim Kesederhanaan ialah mengurangi pujian pada diri sendiri atau menambahi cacian pada diri sendiri. Perhatikan contoh berikut!

  1. + kau sangat pandai.

    • Ah tidak, biasa-biasa saja. Itu hanya kebetulan.

  2. + terimalah hadiah yang kecil ini sebagai tanda penghargaan kami.

    • terimalah hadiah yang besar ini sebagai tanda penghargaan kami.

Kalimat (+) dalam (1) dirasa lebih sopan daripada kalimat (-) dan kalimat (+) dalam (2) dirasa lebih sopan daripada kalimat (-).

2.7.2.5 Maksim Pemufakatan

Maksim pemufakatan menganjurkan setiap penutur dan lawan tutur untuk meminimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dan orang lain dan meminimalkan persesuaian antara diri sendiri dan orang lain. Perhatikan contoh berikut agar lebih jelasnya.

  1. + bagaimana, sudah paham semua?

    • sudah Bu, tapi sedikit.

  1. + Bu, jawaban saya betul ya?

    • ya, tetapi masih ada yang perlu diperbaiki.

Kalimat (-) dalam kalimat (1) dan kalimat (-) dalam (2) merupakan tindak tutur tidak langsung. Kalimat tersebut dirasa sopan karena meminimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya, pada contoh berikut.

  1. + bagaimana, sudah paham semua?

    • Belum.

  2. + bu, jawaban saya sudah betul ya?

    • tidak, jawbanmu salah.

Kalimat (-) dalam (3) dan kalimat (-) dalam (4) merupakan tindak tutur langsung. Kalimat tersebut dirasa kurang sopan karena memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dan orang lain.


2.7.2.6 Maksim Simpati

Maksim simpati ialah maksim yang mengharuskan setiap peserta tutur untuk memaksimalkan rasa simpati, dan meminimalkan rasa antipati kepada lawan tuturnya. Jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutr mendapatkan kesusahan atau musibah penutur layak untuk turut berduka cita atau mengutarakan ucapan bela sungkawa sebagai tanda rasa simpati (Wijana, 1996: 60).

Perhatikan contoh berikut!

    1. + aku gagal di SNMPTN.

    • jangan sedih, banyak orang seperti kamu.

    1. + aku gagal di SNMPTN.

    • wah, pintar kamu. Selamat ya!

Kalimat (-) dalam (1) dirasa lebih sopan daripada kalaimat (-) dalam (2). Jadi, untuk penggunaan TTTL yang berlawanan arti, kita jangan samapi melanggar maksim simpati.


2.7.3 Keterkaitan antara Tindak Tutur Tidak Langsung dengan teori Belajar Gestalt

Dalam menangkap maksud dari tindak tutur tidak langsung yang diujarkan guru, siswa harus berusaha menggeneralisasikan semua pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan teori Gestalt yang berppandangan bahwa keseluruhan lebih penting daripada bagian-bagian. Ada enam prinsip yang berkaitan dengan tindak tutur tidak langsung:


2.7.3.1 Belajar Berdasarkan Keseluruhan

Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lainnya. Bahan pelajaran tidak dianggap terpisah, tetapi merupakan satu tujuan. Bahan pelajaran yang sudah lama yang tersimpan dalam otak akan dihubung-hubungkan dengan bahan pelajaran yang baru saja dikuasai, sehingga tidak terpisah atau beriri sendiri (Gestalt dalam Djamarah, 2002: 20). Teori belajar tersebut sangat serasi dengan tujuan guru menggunakan tindak tutur tidak langsung, yaitu agar siswa dapat menghubung-hubungkan ujaran guru dengan situasi yang ada sehingga dapat menangkap maksud ujaran guru.


2.7.3.2 Belajar adalah Suatu Proses Perkembangan

Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai organisme yang berkembang, kesediaannya mempelajari sesuau tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniahnya, melainkan juga oleh lingkungan sekitar dan pengalaman anak (Gestlat dalam Djamarah, 2002: 20). Teori belajar tersebut sejalan dengan tujuan penggunaan tindak tutur tidak langsung guru, yaitu untuk membangkitkan rasa ingin tahu siswa.

Jika seorang siswa tidak mengetahui maksud tindak tutur tidak langsung guru pada suatu saat, siswa tersebut akan berusaha mencari dan menemukan maksud tindak tutur tidak langsung guru tersebut pada sutu saat yang lain.


2.7.3.3 Anak Didik sebagai Organisme Keseluruahn

Dalam pengajaran medern, selain mengajar guru juga mendidik untuk membentuk pribadi anak didik. Jika guru memerintah atau meminta siswa melakukan suatu pekerjaan dengan tindak tutur tidak langsung siswa akan emelakukan perintah atau permintaan itu dengan senang hati. Hal itu memberikan manfaat pada siswa bahwa lama-kelamaan tanpa diminta siswa akan melakukan hal tersebut. Jadi, hal itu bisa menumbuhkan kesadarn pada diri siswa.


2.7.3.4 Belajar ialah Reorganisasi Pengalmaan

Pengalaman ialah hasil dari suatu interaksi antara anak didik dengan lingkungannya. Misalnya, anak akan memiliki pengalaman bahwa terkena api saat bermain-main itu terasa panas dan bisa merusak kulit bila anak tersebut sudah memiliki pengalaman tentang hal tersebut. Anak akan memiliki ingatan jangka panjang bahwa ia tidak akan bermain-main api lagi (Djamarah, 2002: 21). Teori belajar tersebut sesuai dengan dampak yang timbul dari dari pengguanaan tindak tutur tidak langsung oleh guru. Ketika guru mengguanakan tindak tutur tidak langsung yang bernada menyindir (ironi) maka siswa tidak akan mengulangi perbuatannya lagi karena ia tidak ingin disindir lagi.


2.7.3.5 Belajar Lebih Berhasil bila Berhubungan dengan Minat, Keinginan, dan Tujuan

Minat siswa tidak hanya bergantung apda materi dan metode pembelajaran saja, melaikan juga bergantung pada pengelolaan kelas. Untuk tujuan itulah tindak tutur tidak langsung guru berfungsi menarik perhatian siswa. Misalnya, dalam kelas yanggaduh, tiba-tiba guru berujar “Agus ialah siswa yang rajin, dari tadi dia selalu memperhatikan penjelasan saya.” Mendengar perkataan sepeerti itu otomatis semua siswa langsung menoleh ke arah agus. Guru akan melanjutkan penjelasan materi lagi Setelah perhatian siswa terpusat lagi.

2.7.3.6 Belajar Berlangsung Terus-menerus

Belajar tidak hanaya di sekolah, melainkan juga di luar sekolah. Penggunaan tindak tutur tidak langsung guru dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa. Misalnya, siswa yang tidak mengetahui maksud ujaran guru siswa akan bertanya kepada siswa yang lain, orang lain, atau mungkin pada gurunya sendiri. Dengan demikian belajar akan terjadi secara terus-menerus.


2.7.4 Keterkaitan antara Tindak Tutur Tidak Langsung Guru dengan teori Belajar R. Gagne

Menurut R.Gagne ada lima kategori belajar. Hal itu ialah: keterampilan motoris, informasi verbal, kemampuan intelektual, strategi kognitif, dan sikap. Dalam kaitannya dengan tindak tutur tidak langsung guru hanya terdapat dua kategori yang terkait. Hal itu ialah: strategi kognitif dan sikap.


2.7.4.1 Strategi Kognitif

Strategi kognitif merupakan organisasi keterampilan internal (internal organized skill) yang menekankan pada pola mengingat dan berpikir (R.gagne dalam Djamarah, 2002: 23). Ketika siswa mencoba memahami maksud tindak tutur tidak langsung guru maka akan terjadi proses mengingat dan berpikir dalam otak siswa.


2.7.4.2 Sikap

Tindak tutur tidak langsung guru diharapkan dapat mempengaruhi sikap siswa dari yang mulanya negatif menjadi positif. Misalnya, siswa yang disindir secara terus-menerus lama-kelamaan siswa akan merasa bosan dan akan mengubah sikapnya agar tidak disindir lagi.







Tidak ada komentar: